Senin, 27 Juli 2015
Relakan Semua Demi Sahabat
Namaku Fiza Zahra Umira. Nama yang indah kata tanteku. Kata orang aku memiliki wajah yang manis, kepribadian yang tertutup dan lebih suka menyendiri. Aku mempunyai sahabat yang super kepo, namanya “Rara Sheina Nugroho” seperti yang kalian bayangkan, dia anak orang kaya. Dia cewek paling cantik di kelas bahkan dia popular dissekolahan. Tiap hari banyak cowok yang datang silih berganti hanya untuk memikat hatinya.
Malam itu, aku duduk menatap langit kelam denan penuh harapan. Langit yang dihiasi bintang kerlap kerlip yang membuatku terpana menatapnya. “andai saja kamu mengetahui semuanya” ucapku lirih menahan tangis. Kini, hanya ada dia dikhayalanku. Hingga seorang menepuk pundakku dan akupun terkejut. “fiza” ucapnya. Akupun membalikan tubuh kecilku, “ eh kamu toh ra, ngapain kesini malam malam?” tanyaku kepada sosok yang berdiri dihadapanku ini. siapa lagi kalau bukan “Rara”. “eh, seharusnya gua dong yang bertanya, ngapain lu di luar malam malam za”. Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya kepadaku. “Kepoo” ucapku asal. “hmmm, ya udah” ucapnya singkat. “kita masuk yuk ra” pintaku kepada rara.
Aku dan rara memasuki rumahku. Kata orang sekitar, rumahku tergolong mewah. “duduk ra”pinta ku. “siiip” jawab rara. Aku berjalan kea rah lemari es untuk mengambil minuman “mau minum apa ra?” tanyaku kepada rara. “terserah lu ajar za”, lalu aku mengambil dua botol minuman kaleng dan memberikannya kepada rara.”ni ra” kataku sambil memberikan minumanitu.
Detik demi detik berlalu, tak ada satu patah katapun yang kami ucapkan. “woy fiza, kita kekamar lu yuk” ucapnya sambil menarik tanganku. “ngapain?” tanyaku. “kan slama kita sahabatn gua gak pernah kekamar lu” ucapnya sambil berjalan.
Tiba di dalam kamar fiza, rara terkejut mendapati poster yang ditempel di dinding kamar rara. “za, lu?” belum selesai rara berbicara aku memotong pembicaraannya. “ya ra, gue suka sama dia, itu sebabnya gue jarang ngajak lu kesini. Masih banyak lagi yang belum lu tau” ceritaku kepada rara. “terus, kenapa lu gak juju raja sama dia?” selidik rara. “ra, gua gak seperti lu. Lu terkenal , popular dan pintar ditambah lu anak orang terpandang di sekolah. Nah kalau gua, wajah gua bisa dibilang biasa aja, dan gua gak sepopuler lu ra” jelasku kepada rara.
Tiba tiba tertengar alunan nada indah dari Handphoneku. Suara itu menghentikan pembicaraan aku dan rara. “bentar ya ra, gua mau angkat telpon dulu”. Aku segera keluar dari kamar, rupanya itu telpon dari orang tuaku. Setelah selesai bicara, lalu akupun kembali ke kamar menemui rara.
Di kamarku rara tengah asyik membaca novel baru milikku. “sedang apa ra?” suara ku membuat rara terkejut. “nih, sedang baca novel, novel baru ya za?” Tanya rara kepadaku. “ya ra” jawabku singkat. “oh ya za, soal dia gua bisa bantu” ucapnya kepadaku. “gak ra, gua gak mau. Lu tau kan kalau dia suka sama lu, dan gua tau dia tak segan membentak gua kalau dia tau, gua suka sama dia. Cukup gua melihat dia dari jauh ra, gua udah senang kok ra”ucapku lirih. “tapi za”. Pembicaraan rara ku potong “ups, ra nyokap bokap gua gak bisa pulang hari ini, lu nginap disini ya” pintaku pada rara, dengan tujuan untuk mengalihkan pembicaraan. “gua ngerti lu za, gua akan bantuin lu” ucapnya padaku. “stop ra, don’t tell about him, gua harus nerima kenyataan bahwa dia gak cinta sama gua” kataku sambil menitikan air mata. “za, you can if you think, you can” rara mencoba menyemangatiku. “gua tau ra, tapi…”air mataku kembali membajiri pipiku. Rara memelukku erat serta berusaha menyemangatiku “ za, ingat janji kita za. Kita akan selalu bersama menghadapi kenyataan yang paling pahit sekaligus, dan kita akan saling membantu” ucapnya. “I know..” ucapku yang masih dalam pelukan rara.
Ku melepaskan diriku dari pelukan rara. Ku buka lemariku dan mengambil sebuah buku. Ku berikan buku itu kepada rara “nih, ra, please baca” pintaku kepada rara. Rara segera mengambil buku itu di dalam genggaman ku.
Halaman demi halaman di abaca. Entahlah kenapa dia menitikan air mata saat membaca buku itu. buku itulah yang selama ini setia menemaniku saat aku sedih. Buku inilah yang selalu menampung semua curahan hatiku.
Melihat rara menangis lalu aku berkata “ra, hidup ini berdasarkan kenyataan, gua harus menjalankannya. Gua memang mencintainya, tapi lu lebih mencintainya kan? Dan dia mencintai lu. Kejar dia ra, jangan sampai dia sakit hati gara gara lu. Gua cinta dia tapi gua sayang lu ra. Kejarlah, Gua rela.” Ucapku menahan pilu hatiku.
“fiza, maafin gua. Tapi..” aku memotong pembicaraan rara. “tapi kenap ra?. Gua..,gua kuat kok. Gua rela” “sorry my best friend. I don’t know that you love him. Suatu saat nanti, aku yakin kamu akan mendapat kebahagiaan ini. kebahagiaan yang direbut oleh sipencundang seperti aku” kata rara meneteskan air mata. “ra, ra.., bukan lu kali yang merebut dia dari gua.. tapi gua yang ingin memiliki hak lu. I am sorry, because I am making you sad and cry. Sudah lah jangan nangis lagi. Cup..,cup.., cup. Kataku membujuknya. “ah lu za, bisa aja hibur gua” ucapnya sambil tersenyum. “gitu dong, kalau senyum gitukan cantik” kataku. “kan udah cantik dari sononya, hehehehe “ canda rara. “ yayaya’ ucapku.
Sejak saat itu, aku semakin dekat rara. Dan kamipun juga telah berjanji akan melupakan dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar